Posted by : IAT SUKAAA
Saturday, October 22, 2016
Tag :// Artikel
Dalam kehidupan Civitas Akademia, kegiatan tulis menulis merupakan kontribusi yang sangat penting untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Mahasiswa, dosen, maupun staf akademik berlomba-lomba untuk mendukung upaya kegiatan ilmiah terlaksana dengan baik di Universitas. Namun, dosa-dosa tak sengaja sering ditemui dalam kegiatan tersebut, yakni Plagiarisme. Pembuatan tugas makalah misalnya; oleh para Mahasiswa banyak menggunakan co-paste tanpa mengetahui atau mencantumkan sumber rujukan demi selesainya tugas yang dikejar deadline.
Perkembangan teknologi yang pesat di samping memberikan informasi cepat dan mudah, juga sering disalah gunakan dalam bentuk plagiasi. Di zaman serba kekinian, jika tidak mengetahui rambu-rambu tentang Hak Cipta tentu berbahaya bagi User. Maka, kita perlu memahami tentang ragam plagiasi dan konsekuensi logis yang diterima.
Perkembangan teknologi yang pesat di samping memberikan informasi cepat dan mudah, juga sering disalah gunakan dalam bentuk plagiasi. Di zaman serba kekinian, jika tidak mengetahui rambu-rambu tentang Hak Cipta tentu berbahaya bagi User. Maka, kita perlu memahami tentang ragam plagiasi dan konsekuensi logis yang diterima.
Tipe-tipe plagiarisme menurut Belinda yang disarikan dari tulisan Parvati Iyer dan Abhipsita Singh, sebagai berikut:
1) Plagiarisme Ide
Tipe plagiarisme ini relatif sulit dibuktikan karena ide atau gagasan itu bersifat abstrak dan kemungkinan memiliki persamaan dengan ide orang lain. Terkadang terdapat dua ide muncul pada penggagas berbeda di lingkungan yang sama. Ide seperti itu sangat umum dan sangat mungkin mempunyai kesamaan dengan ide orang lain. Oleh karena itu, perlu bahan bukti yang cukup untuk memastikan adanya plagiarisme. Tipe plagiarisme ini sering ditemukan pada karya sastra, budaya, maupun tafsir dan terjemahan
2) Plagiarisme Kata Demi Kata
Tipe ini serupa dengan slavish copy, yaitu mengutip karya orang lain secara kata demi kata tanpa menyebutkan sumbernya. Plagiasme ini banyak dilakukan pada karya tulis puisi.
3) Plagiarisme Atas Sumber
Plagiarisme tipe ini memiliki ‘dosa’ karena tidak menyebutkan secara lengkap selengkap-lengkapnya referensi yang dirujuk dalam kutipan.
4) Plagiarisme Kepengarangan
Plagiarisme kepengarangan terjadi apabila seseorang mengaku sebagai pengarang dari karya tulis yang disusun oleh orang lain. Tindakan ini terjadi atas kesadaran dan motif kesengajaan untuk ‘membohongi’ publik.
Masalah Plagiarisme banyak diperbincangkan berkaitan dengan hukum atau etika. Beberapa masalah tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut.
a. Orisinalitas ciptaan sebagai norma hukum
Terkait dengan proses penciptaan karya tulis atau buku, hukum mensyaratkan gagasan harus benar-benar berasal dari dan pikiran pencipta sendiri. Harus diakui, banyak penulis terutama para mahasiswa yang tidak menuliskan sumber rujukan atau referensi yang digunakan dalam tulisannya. Dengan bersikap silent seperti itu, mahasiswa berharap tulisannya dianggap orisinal, yaitu benar-benar berasal dari dirinya sendiri. Padahal, beberapa bagian di antaranya diambil mentah-mentah dari tulisan orang lain. Sebagian lagi merupakan gagasan penulis lain yang diparafrase tanpa menyebutkan sumbernya.
Terkait dengan proses penciptaan karya tulis atau buku, hukum mensyaratkan gagasan harus benar-benar berasal dari dan pikiran pencipta sendiri. Harus diakui, banyak penulis terutama para mahasiswa yang tidak menuliskan sumber rujukan atau referensi yang digunakan dalam tulisannya. Dengan bersikap silent seperti itu, mahasiswa berharap tulisannya dianggap orisinal, yaitu benar-benar berasal dari dirinya sendiri. Padahal, beberapa bagian di antaranya diambil mentah-mentah dari tulisan orang lain. Sebagian lagi merupakan gagasan penulis lain yang diparafrase tanpa menyebutkan sumbernya.
b. Kewajiban menyebutkan sumber: sekadar etika?
Ada anggapan bahwa dengan tidak menyebutkan sumber kutipannya, orang akan menilainya hebat karena berhasil menulis karya ilmiah dengan pemikiran-pemikiran berbobot. Budi Rahardjo memperingatkan bahwa salah mengutip atau sama sekali tidak menyebutkan sumber kutipan, dapat berakibat fatal. Selain itu, pencantuman referensi dan rujukan berguna bagi pembaca yang ingin fokus terhadap kajian dengan mencari buku asli yang dirujuk.
Ada anggapan bahwa dengan tidak menyebutkan sumber kutipannya, orang akan menilainya hebat karena berhasil menulis karya ilmiah dengan pemikiran-pemikiran berbobot. Budi Rahardjo memperingatkan bahwa salah mengutip atau sama sekali tidak menyebutkan sumber kutipan, dapat berakibat fatal. Selain itu, pencantuman referensi dan rujukan berguna bagi pembaca yang ingin fokus terhadap kajian dengan mencari buku asli yang dirujuk.
Berarti, keperluan menyebutkan sumber bukan sebatas etis untuk menghargai gagasan orang lain melainkan melindungi Hak Cipta karya tersebut.
c. Asas-asas penulisan yang baik: tanpa etika kejujuran?
Nuruddin menyatakan dalam materi ajar bahwa menulis yang baik harus memenuhi enam asas sebagai berikut:
Nuruddin menyatakan dalam materi ajar bahwa menulis yang baik harus memenuhi enam asas sebagai berikut:
- Kejelasan (clarity) : mengharuskan tulisan dapat dibaca dan dimengerti serta tidak menimbulkan salah tafsir.
- Keringkasan (conciseness) : menuntut tulisan tidak berputar-putar atau mengulang-ulang kalimat.
- Ketepatan (correctness) : keharusan tulisan itu untuk tepat menyampaikan gagasan kepada pembaca seperti dimaksud oleh penulis.
- Kesatupaduan (unity) : mengarahkan agar satu gagasan dituangkan dalam satu alinea atau paragraf.
- Pertautan (coherence) : antar bagian paragraf saling bertautan satu sama lain.
- Penegasan (emphasis) : menekankan aspek-aspek yang menonjol atau perbedaan yang spesifik dibandingkan dengan ulasan yang lain.
Sedikit informasi tentang plagiat ini hendaknya ditanamkan dalam prinsip tiap penulis. Budi Rahardjo memberikan solusi agar jangan ragu-ragu menyebutkan sumber rujukan. Ini soal kejujuran intelektual yang sama sekali tidak akan menurunkan bobot karya tulisnya. Sebaliknya, bila tidak disebutkan sumbernya, mereka dianggap melakukan pencurian atau penipuan. Lebih dari itu, karya ciptanya akan dianggap tidak orisinil karena mengandung elemen yang tidak berasal dari diri penciptanya. Adanya elemen copy atau peniruan itu akan menjadi kendala dalam eksistensi Hak Cipta dan jaminan perlindungan hukumnya.
(Sumber Rujukan: Sulistyo, Henry. 2011. Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika. Yogyakarta: Kanisius) Oleh Jurnalistik IAT '15