Posted by : IAT SUKAAA Saturday, April 16, 2016
Tag :

 
Dzikir secara bahasa adalah “memelihara dalam ingatan”, sedangkan menurut istilah dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq yaitu mengingat Allah yang dilakukan oleh hati dan lisan berupa tasbih atau mensucikan memuji dan menyanjung-Nya, menyebut kan sifat-sifat kebesaran dan keagungan serta sifat-sifat keindahan dan kesempurnaan yang telah dimiliki-Nya. Tetapi dalam hal ini Ulama’ masih Khilaf tentang pendefinisian Dzikir.
            Allah memerintahkan kepada kita untuk selalu berdzikir sebagaimana dalam firman-Nya :


فَاذْكُرُوْنِى أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِى وَلاَ تَكْفُرُوْنِ
“Maka berdzikirlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan ingat kepada kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku”. (Q.S. Al Baqarah 152)
Di tengah-tengah kehidupan kita, Dzikir yang dilakukan orang Muslim dengan cara yang bermacam-macam. Dzikir juga mempunyai tingkatan tertentu dari yang rendah sampai paling tinggi. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang dzikir sesuai tingkatan dan caranya. Imam Ash Shadiq membagi tingkatan dzikir menjadi Tujuh, yaitu
1.      Dzikir Lisan Dzikir Lisan itu puja (al-hamd) dan puji (at-tsana’). Pada tingkatan ini, dzikir akan dilatih secara lisan dalam bentuk pujaan dan pujian hanya kepada Allah yang merupakan keyakinan akan kekuasaan Allah yang tiada bandingannya juga karunia serta nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Dengan ini, Umat Islam akan senantiasa taat kepada Allah dan menjauhi Larangan-Nya.
2.      Dzikir An-Nafs “Dzikir jiwa mewujudkan kesungguhan (al-juhd) dan kemauan yang keras (al-‘ana)”. Dzikir yang dilatih untuk menguatkan jiwa dan tekad yang kuat agar tidak pernah lupa sedikitpun tentang Allah atau bisa disebut taat kepada Allah. Tingkat tekad manusia terkadang diukur dengan kesungguhannya, semakin tinggi kesungguhannya maka semakin mantap pula ketaatannya. Maqam ini disebut dengan “Maqam Mujahadah”.
Allah berfirman :
وَالَّذِيْنَ جَهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا  وَإِنَّ الله لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ  
“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan Kami niscaya benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dia sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al Ankabut 69)
3.      Dzikir Ruh “Dzikir Ruh itu Takut (Al-Khauf) dan harap (Al-Raja)”. Tingkatan ketika Ruh selalu berdzikir kepada Allah merupakan hasil dari Khauf yang menjadikan manusia memiliki pandangan bahwa ketika Dia datang kepada Allah dengan membawa kebaikan, dia berprasangka Allah tetap akan menghukumnya. Dan ketika Dia datang membawa dosa, dia mengharap pada Allah untuk mengasihinya.
Allah berfirman :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الهَوَى    فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى 
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kedudukan Tuhannya dan menahan dirinya dari hawa nafsu maka Surga-lah tempat tinggalnya (Q.S. An Nazi’at 40-41)
4.      Dzikir QalbZikir Qalb itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’)”. Dalam kehidupan yang nyata, banyak dari kita yang hanya terfokus pada lahiriyah saja tanpa memperdulikan batin. Padahal inti dari kesemuanya adalah bathin. Dzikir pada tingkatan ini berupa pembenaran atas ke-Esa-an Allah. Dia merasakan dengan mata batinnya tentang satu Dzat yaitu Allah. Sehingga Dia yakin dan membersihkan hatinya dari penisbatan sifat-sifat yang tidak pantas disandang oleh sang Khaliq. Maqam ini disebut “Maqam Musyahadah”.
Allah berfirman :
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
“Maha Suci Tuhanmu yang memiliki keperkassan dari apa yang mereka sifatkan (Kepada-Nya)” (Q.S. Ash-Shaaffat 180)
5.      Dzikir Aqal “Dzikir Aqal itu Pengagungan (At-Ta’dhim) dan malu (Al-Haya’)”. Pada tingkatan ini dan seterusnya, sangat jarang Umat Islam yang dapat menggapainya. Aqal dalam hal ini bukan hanya sebuah rasional belaka, namun berupa aqal dalam hati yang menghilangkan penghalang-penghalang yang menutupi jalan ruhani dengan Allah. Maka, Dia akan selalu mengagungkan kebesaran Allah dan malu jika sedikit saja berpaling dari hadapan-Nya.
Sebuah Ungkapan dalam kitab Matsnawi VI buatan Rumi, 3785 menyebutkan “Sebiji mata yang melihat lebih baik ketimbang ratusan tongkat orang buta. Mata dapat memedakan permata dari kerikil”.
6.      Dzikir Ma’rifat ”Dzikir Ma’rifat itu penyerahan diri (At-Taslim) dan rela (Ar-Ridha’)”. Dzikir ini lebih tinggi daripada Dzikir Aqal. Pada tingkatan ini muncul sebuah kema’rifatan yang akan membuatnya pasrah dan berserah diri dengan penuh kepada Allah (taslim) dan rela akan segala tindakan dan keputusan atas dirinya.
Sebuah hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah berfirman pada nabi Musa as : “Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai ketimbang ridha dengan ketentuan (Qadla’)-Ku.”
(Muhyidin Ibn ‘Arabi, Misykat Al-Anwar, Hadits ke-20)
7.      Dzikir Sirr “Dzikir Sirr itu memandang (Ar-Ruu’yat) dan berjumpa (Al-Liqa’)”. Inilah tingkatan Dzikir yang paling tinggi (inti dari yang inti). Ulama’ menyebut Sirr sebagai Habb secara harfiah bermakna biji. Sirr atau Habb merupakan inti dari Lubb. Dan Lubb ini adalah inti dari Qalb (hati). Jadi, Sirr adalah bagian yang terdalam dan terhalus dari hati. Inilah tempat inti dari sebuah cinta.
Dzikir Sirr ini akan muncul setelah Dzikir Ma’rifat terlampaui yakni jika manusia telah sepenuhnya berserah diri menghadap Allah dan Ridla terhadap semua keputusan-Nya, tidak ada sedikitpun yang menghalangi seakan-akan tidak ada jarak antara Makhluq dengan Khaliq. Sehingga Dia akan memandang yang Terkasih setelah berjumpa (liqa’) dengan-Nya, yang kemudian cinta (Mahabbah) akan bersemi.
Imam Ali Al-Murtadha as bermunajat :
Ya Allah Tuhanku.... Engkaulah yang paling terpaut pada pencinta-Mu Dan yang paling bersedia menolong orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu.
Engkau melihat, Engkau menguji rahasia-rahasia mereka, dan mengetahui apa yang bersemayam dalam kesadaran mereka, dan menyadari sampai ke tingkat penglihatan batin mereka.
Akibatnya rahasia-rahasia mereka terbuka bagi-Mu, dan Qalbu-qalbu mereka memuji-Mu dalam kerawanan yang sungguh-sungguh.
Dalam kesunyian, teman dan pelipur lara mereka adalah dengan berdzikir kepada-Mu dan penderitaan, bantuan-Mu adalah pelindung mereka.
(Syarif Radhi, Nahjul Balaghah, Khutbah Imam Ali as no. 227, hal. 349)
            Begitulah berbagai tingkatan Dzikir berdasarkan maqam dan caranya. Sebenarnya Peringkat Dzikir itu tidak serta-merta mudah digapai oleh manusia karena semuanya merupakan anugerah dan pemberian dari Allah yang tidak terduga-duga. Sedangkan pemberian tersebut bisa terjadi pada hamba yang biasa-biasa saja, atau memang sudah terlihat ke’arifannya.

            Sekarang silahkan untuk menentukan tingkatan berapakah anda berada. Jika memang sudah lumayan, jangan sampai bersombong diri karena bisa berakibat turunnya tingkatan tersebut dan ingat bahwa hanya Allah yang bisa berkehendak begitu serta bersyukurlah dan tingkatkan terus kedekatanmu dengan sang Khaliq, niscaya Allah akan memberi kemudahan dijalanmu.
(Misbahul Munir, Jurusan ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Recent Post

get this widget here
Powered by Blogger.

- Copyright © 2013 Ilmu al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga 2015 -Sao v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -